Di setiap sesi belajar harian, saya perhatikan para siswa sangat gesit dalam ketukan keyboard laptop maupun scrolling di telepon genggam mereka. Mereka terlihat jauh lebih sigap dibandingkan dengan kemampuan saya untuk membuka berkas ataupun mencari data. Namun demikian, di balik teknologi canggih tersebut, ada suatu kebiasaan yang semakin langka ditemui: rutinitas tulis-menulis secara manual.
Sebagai seorang guru, saya tak menentang perkembangan teknologi. Justru, saya menghargai peningkatan ini dan memakainya dalam praktik sehari-hari seperti menerapkan aplikasi pembelajaran online, menciptakan soal-soal berbasis digital, serta mengikutsertakan diri pada kursus virtual. Meski demikian, saya yakin bahwa tulis-menulis dengan tangan lebih dari sekedar kegiatan konvensional yang telah lekat di masa lalu. Ini merupakan suatu ketrampilan fundamental yang tetap memiliki nilai, bahkan amat esensial bagi proses pendidikan, dunia kerja, hingga perencanaan karir jangka panjang seseorang.
Marilah kita berbicara secara terbuka. Saat ini banyak pelajar dapat mengetik dengan cepat namun kurang bersabar ketika diminta untuk mencatat materi yang ada di papan tulis. Sebaliknya, mereka cenderung lebih senang mengambil foto catatan tersebut melalui aplikasi WhatsApp lalu menyalinnya tanpa perlu menulis kembali dari awal. Namun demikian, pada saat merekap ulang informasi tadi, pikiran mereka sesungguhnya aktif: belajar merememberi, memahami serta mensintesa kembali data-data tersebut.
Saya kemudian mengingat sebuah insiden. Tahun-tahun silam, mantan siswa saya singgah untuk bertamu. Selagi kita ngobrol santai, dia berkomentar, “Guru, barulah saya paham bahwa rutinitas Bapak mewajibkan kami menulis kembali pelajaran tersebut sungguh bernilai. Saat ini, di tempat kerja, saya harus menulis catatan dari presentasi secara manual, dan rasanya hal itu membuatku lebih memahami daripada rekan-rekan yang cuma merekam.”
Pernyataan tersebut mudah dimengerti namun sangat menusuk. Saya merasa seperti ada sesuatu yang dikonfirmasi dalam pengalaman saya sebagai guru: tulis tangan dapat meningkatkan proses pembelajaran. Ini bukan hanya tentang mencatat, tetapi juga melibatkan latihan berpikir.
Penulisan Manual dalam Pendidikan: Fokus pada Proses, Bukan Hanya Output
Di era pendidikan yang dinamis ini, fokus biasanya terletak pada hasil seperti nilai ujian, lulusan, serta sertifikasi. Namun demikian, inti sebenarnya dari pembelajaran ada di proses berfikir itu sendiri. Tulisan manual mengharuskan para murid untuk merenung dengan lebih lambat. Mereka dituntut untuk mencari tahu informasi apa saja yang relevan, menyusun kata-kata mereka menjadi kalimat unik, dan kemudian menerapkannya secara bertahap ke naskah mereka.
Oleh karena itu, saya tetap memberikan tugas untuk menulis esai atau refleksi harian secara manual. Tujuannya adalah agar para muridku mengalami rasa lelah yang positif akibat pemikiran dan penulisan. Menurut pendapat saya, melalui proses tulis-menulis dengan tangan, mereka dapat menyatu lebih baik dengan ide-ide mereka sendiri. Dengan cara ini, mereka tidak hanya belajar memahami bahan pelajaran saja, namun juga mendapatkan pengenalan tentang diri mereka masing-masing.
Riset lainnya sejalan dengan pandangan tersebut. Berbagai penelitian telah mengindikasikan bahwa tulis-menulis secara manual dapat meningkatkan daya ingatan daripada sekadar ketik di keyboard. Aktivitas menuliskan sesuatu dengan tangan merangsang bagian otak terkait dalam pemrosesan data serta koordinasi gerakan kasar-halus. Itulah alasan kenapa para pelajar yang membuat catatan lewat pena umumnya memiliki penguasaan materi yang lebih unggul dibanding mereka yang hanya fokus pada kecepatan tik tanpa menyaring maknanya.
Dunia Pekerjaan Masih Menginginkan Keterampilan Menulis Tangan
Banyak orangtua sering bertanya kepada saya, “Masihkah menulis tangan penting di era modern ini?” Jawaban saya selalu pasti: tentu saja. Bukan berarti setiap profesi membutuhkan keahlian ketikan kilat. Sebalinya, di berbagai sektor, mampu mencatat informasi secara rapi, merumuskan pemikiran lewat tulisan tangan, hingga sekedar menulis pesan terimakasih pada kart postil pun tetap dipandang sebagai nilai tambah.
Teman saya yang aktif dalam industri kreatif mengatakan bahwa inspirasi paling brilian datang ketika dia merias halaman-halaman bukunya untuk coretan, tidak sambil memukul-mukulkan keyboard di laptop. Sementara itu, seorang kolega lain dari profesi wartawan masih setia menggunakan buku catatan saat di lapangan. Dia akan menyimpan informasi penting dari sesi wawancara dengan cara ini karena dirinya merasakan manfaat penggunaannya sebagai metode yang efektif serta dapat meningkatkan konsentrasi pada apa pun yang sedang berjalan.
Di lingkungan bisnis juga, saya kerap dengar bahwa tulisan tangan notulen rapat jauh lebih bermanfaat sebabnya otomatis diseleksi oleh orang yang membuatnya. Notulensi ini bukanlah salinan langsung, melainkan berisi kesimpulan atau ide utama saja. Cara itu mendorong pemikiran yang cermat serta singkat—keduanya merupakan kualitas esensial untuk setiap jenis profesi.
Kariernya Berkembang Melalui Kecintaannya pada Penulisan
Secara jangka panjang, tulis tangan juga dapat membantu seseorang meraih karir yang lebih berarti. Ada satu artikel yang saya baca sebelumnya tentang bagaimana menulis secara manual ketika membuat rancangan personal ataupun tujuan hidup bisa menghasilkan dampak psikologis yang signifikan. Menulis tangan mampu menjalin hubungan emosi yang erat, hingga terasa seperti kita sedang melakukan seremonial pengesahan janji kepada diri sendiri.
Saya pribadi telah mengalaminya. Ketika sedang menuliskan tujuan-tujuanku di jurnal sebagai seorang guru — hal-hal yang kuinginkan untuk dicapai pada tahun ini, jenis murid seperti apakah yang kukhendaki — aku merasa menjadi lebih bertekad untuk mewujudkannya. Tulisan tangan membatasi diriku dari penghapusan atau perubahan seenaknya. Terdapat suatu keikhlasan dalam setiap garis tulisanku.
Ini bukan sekadar cerita pribadi. Banyak orang hebat yang sudah mencapai kesuksesan di bidang mereka seperti penulis, seniman, serta pebisnis sering menggunakan tulis tangan untuk merencanakan ide-ide mereka, menilai performa diri sendiri, dan memformulasikan strategi masa depan. Tulis tangan membuat kita semakin terlibat secara fisikal. Dengan begitu, kita bisa fokus tanpa gangguan notifikasi apapun. Kita benar-benar dapat berfokus pada pemikiran kita.
Kita Harus Mengembalikan Tulis Tangan
Saya tidak bermaksud melawan perkembangan teknologi. Hanya saja, di era yang semakin canggih ini, penting bagi kita untuk memiliki metode agar dapat meredam laju kehidupan dan berfikir dengan lebih mendalam lagi. Menerapkan tulisan tangan bisa jadi solusi tersebut. Ia murah, mudah dilakukan namun memberikan pengaruh besar.
Sebagai seorang pendidik, saya akan tetap mendorong murid-muridku untuk rutin menulis. Saya akan selalu menyediakan kesempatan agar mereka dapat mempelajari lagi penggunaan pena dan kertas. Sebab, saya yakin di sinilah bibit-bibit pemikiran kritis, disiplin diri, serta introspeksi bisa berkembang.
Bagi seluruh orangtua, teman sejawat pengajar, serta mereka yang berkomitmen terhadap dunia pendidikan: marilah kita menghidupkan kembali tradisi tulis-menulis dengan tangan. Ini bukanlah upaya untuk merefleksikan zaman lampau, melainkan langkah menuju masa depan di mana pemikiran akan menjadi lebih penuh kesadaran, mendalam, dan sesuai dengan nilai-nilai manusiawi.
—
Apakah kamu masih menulis secara manual hingga sekarang? Jika belum, bisa jadi saatnya mengambil kembali buku catatanmu yang lama dan menyibukkan diri dengannya lagi.








